-hehe-
. . .
((agak ekhem kayaknya))
. . .
“Tiya, buat es teh yuk!”
Sosok kepala keluarga itu menyembulkan kepalanya dari dalam selimut bulu tipis yang boleh dibeli Tiya di online shop. Matanya melirik Tiya yang sedang menyisir rambut di meja rias usang namun masih cukup kokoh.
“Dimana-mana tuh mesra-mesraan pakai teh hangat ga sih? Atau pakai minuman mahal kayak di film,” Jawab Tiya dengan wajah kesalnya.
Yang dibalas begitu hanya tersenyum.
Tanpa suara, Jefri Iswandi, terdiam sambil menyenderkan badannya di tembok dan memerhatikan pujaan hatinya dengan lekat.
Tanpa membiarkan satu inci terlewat.
Lekukan badannya, liku di pinggangnya, kulit yang halus, bahkan dirinya juga memerhatikan beberapa bulir keringat yang masih tersisa di tubuh pasangannya.
Memang, selain mencari nafkah, hal lain yang menjadi kesukaan Jefri adalah melihat Tiya tanpa busana.
Seperti, wow.
Wow.
Indah.
Menggoda.
Di umur yang sudah tidak muda ini, dengan dua buntut yang sudah besar juga, Tiya tidak pernah kehilangan pesonanya.
“Jef...”
“Hmm?”
“Ngapain liatin aku gitu?”
“Seru, kapan lagi liat kamu bugil?”
Mendengar itu Tiya langsung saja menimpuk Suaminya dengan pembersih muka merk lokal miliknya.
“Diem deh nanti kalo bangun lagi aku ga mau ya bantuin,”
“Mau lagi ih orang anak-anak ga ada,”
“GAMAU,”
“Harus mau~”
“Jef geli ih—AAAAAA JEEFF!!!”
Bagaimana Tiya tidak teriak? Jefri baru saja menabrak tubuhnya dari belakang sambil mengusak-usakan kepala dan dadanya di punggung Tiya.
Ditambah kecupan-kecupan di sepanjang leher ke tulang selangka.
Membawa rasa hangat membara kembali datang. Tanpa permisi, membuat sepasang ini tutup mata dan saling menikmati.
Ditambah pula suara yang semakin menghangatkan suasana.
Panggilan nama dengan desah terucap saat yang berkuasa mengobrak-abrik diri. Menembus segala rasa menuju surga.
“Udah jam segini nanti anak-anak keburu pulang,” Tiya berusaha berbicara di sela-sela cumbuan bibir Jefri.
Dengan tanpa dosa, Jefri hanya tersenyum biasa dan melanjutkan aktivitas olahraga sorenya.
Tiya yang selalu jadi pihak yang cuma bisa pasrah, ya kini pasrah lagi.
Dia hanya bilang, “jangan ternak cupang nanti aku malu kalau belanja sayur!”
“Kalau gitu satu ronde lagi sampe mereka berdua ketok pintu rumah ya!”
“GAAAAA AAAAAAAA JEFRIII—”
Yap, jika tadi mode rebahan, sekarang mode berdiri.
Untung Jefri selalu sedia salep pereda nyeri dan pegal.
. . .
Seseorang yang sibuk membersihkan pot bunga dari daun kering dan kotoran lainnya hanya bisa menghela napas.
“Ampun, Pak Iswandi kalau buat anak ga kira-kira,”
“Iya ya, Bu. Itu Mamanya Mardika suaranya sampai kayak kucing kecekek,”
“Hush si Bapak!”
“Hehe jadi pengen, Bu.”
Dan terjadilah adegan Bu RT menggeplak kepala Pak RT dan meninggalkannya sendirian. Hayo, Jefri... Tanggung jawab. Ada yang ga bisa tidur lagi tapi milik orang lain. Ups.