... seingatku, tatapanmu itu hangat.
. . .
Jaeyong AU
by stradirosemary
. . .
Setelah begitu lama Tersisa air mata Banyaknya kenangan yang tak akan terlupakan
Tepat pukul 00.00 dini hari di tahun baru, angin dingin yang datang membawa aroma tanah dengan semu harum gandum terhirup oleh indra penciuman dua insan yang asyik berpelukan di atas gedung di kawasan pinggiran kota.
Yang lebih ringkih menelusupkan kepalanya ke dalam rengkuhan sang dominan; berharap aman dan terlindungi.
“Jaehyun, ini adalah tahun baru terindah bagiku!” seru manusia kecil dengan surai berwarna perpaduan merah muda dan ungu.
“Terindah?” jawab sosok tegap yang sigap menyatukan kedua tangan mengukung kekasih dari belakang. “Bagaimana bisa hal sederhana ini menjadi yang terindah, Taeyong-a?”
“Iya, walaupun kita hanya makan ramyeon begini dan di bekas gedung tidak terpakai, namun setiap detik yang berjalan menjadi hal yang tak terlupakan,”
Yang diajak berbicara tersenyum kecil mendengarnya. Dihirup kembali kepala Taeyong yang beraroma buah-buahan.
Hidung Taeyong juga tidak mau kalah, menghirup dengan dalam aroma tubuh Jaehyun. Memaksa setiap sel yang membangun otaknya mengingat aroma ini sampai kapanpun.
“Jaehyun, terima kasih karena kamu selalu ada saat dunia memberikan kenangan indah dalam hidupku,” ucapnya pelan.
Tidak perlu balasan, karena pangutan yang menyalurkan rasa sayang kini mengambil alih peran.
. . .
Masa-masa yang indah Masa-masa kita bersama Perasaan mendalam yang takkan pernah reda... Ku...
Mari lemparkan dirimu menuju beberapa tahun silam. Pergi ke masa saat Jaehyun dan Taeyong asik memakan odeng dan beberapa makanan lain seperti mandu goreng di atas kap mobil kesayangan Jaehyun yang terparkir rapi di pinggiran jalan.
Taeyong sibuk mengunyah mandu dan tofu yang digoreng kering, dengan beberapa cabai rawit yang sukses menimbulkan sensasi asing. Jaehyun tanpa mengabaikan momen langsung meledeknya karena merah wajah Taeyong persis menyamai tomat buah akibat rasa pedas yang menempel di lidah.
“Kalau kau meledekku lagi aku akan menusukkan rawit-rawit ini ke dalam matamu, Jaehyun.”
“Kau tak akan berani,” jawabnya ringan.
“Mengapa aku tak berani?”
“Tentu saja...” gantung Jaehyun yang sekarang berdiri dari duduknya. Tangan kanannya dibawa menuju pipi semu merah muda milik Taeyong.
“Karena yang ku tau mataku adalah rumahmu kembali,”
Taeyong tersenyum tak berminat menanggapi. Karena nyatanya memang kedua manik legam itu tempatnya terjatuh untuk berkali-kali tanpa mau berhenti.
Matanya melirik malas tangan besar Jaehyun yang mengelus-elus pipinya. Tangannya memukul keras tangan Jaehyun itu.
“Kau lupa ya bodoh, tangan telanjangmu mu habis memegang mandu astaga Jaehyun bodoh!”
Sontak Jaehyun langsung menarik tangannya. Jaehyun mengelap tangannya yang berminyak cukup banyak ke celana panjangnya. Dirinya tertawa kencang karena melihat Taeyong cemberut dengan pipi menggembung lucu.
Jaehyun mengecup tangan Taeyong dengan lembut. Tanpa tau malu mereka terus asyik bercanda ria selayaknya manusia berpijak di dunia yang dimiliki hanya berdua. Padahal semua ciptaan di dunia ini menyaksikannya.
“Jaehyun, tolong jangan pergi,”
“Aku tak akan pergi, Taeyong-a.”
“Janji ya?”
“Janji...”
Mendengarnya, senyum manis terukir indah di bibir tipis Taeyong. Kepalanya tersender manja di bahu kokoh milik Jaehyun.
Tolong jangan pisahkan mereka. Bahkan Taeyong sempat berpikir, jika angin membawa Jaehyun pergi, dirinya akan dengan senang hati menaruh dendam pada setiap hembusan.
Lagi dan lagi, kenangan indah menuliskan nama Jaehyun dan Taeyong bersama. Bukan hanya memori mereka, namun alam mengabadikan kisahnya.
. . .
Maafkan aku tak pernah mendengar Maafkan aku tak pernah melihatmu pergi... Ku ingin... kau... di sini.
Akhirnya dirinya menemukan yang selama ini dia cari. Ratusan mil jauhnya merpati terbang pada akhrinya akan datang ke tempat tujuan.
Sosok orang itu yang dia mau untuk menghabiskan waktu. Bersamanya bermain di tanah basah di dekat hamparan dandelion. Meniupnya dan berlari ke sana dan ke sini hingga lelah. Menemani dirinya sampai tak sanggup hidup lagi.
Senyum sosoknya yang menenangkan jiwa raganya. Dengannya, hidup ini dapat merasakan cinta.
“Aku tak butuh siapapun, Taeyong. Karena kini hidupku memilikimu.”
. . .
Tegar, ku kan mencoba melewatinya
Waktu demi waktu menambah rentetan pujaan yang disuarakan. Menambah beban rindu yang dipikulnya.
Sehari lagi bertambah. Jaehyun menjalani hari tanpa mentari di pagi hari di sisinya. Dirinya segelap hitam di angkasa. Tidak ada bintang yang berani mampir memberikan cahaya karena ruangan yang diciptakan Jaehyun terasa begitu hampa.
Matanya kosong menatap nanar lantai apartemen tempat tinggalnya. Air bening terus mengalirkan rasa sakit yang tak mampu diobati.
“Taeyong...”
ucapnya kecil samar dengan tangan setia meremas dada kirinya. Jaehyun kembali terisak.
“Kan aku sudah bilang... kalau kamu pergi, semua akan kacau, semua berantakan...”
. . .
Lepas... lepaskan semua yang sudah berlalu
Jaehyun yang selalu ingin mencoba menatap masa depan. Semangat semua orang tertuju padanya. Berharap manusia hebat ini bangkit dari rasa sakit yang mendera. Berharap Jaehyun melihat bahwa dunia masih bisa baik-baik saja.
Namun bagaimana mungkin?
Karena mereka tidak akan pernah tau rasa saat separuh nyawamu tidak lagi berada dalam diri.
. . .
Detik terus bergerak.
Waktu tidak pernah berhenti.
Mengikis kenangan sebelumnya. Memutar dalam ingatan bagaimana hidupnya dihabiskan dengan indah.
Jantungnya berdegup cepat. Detak jantungnya memainkan irama yang sulit diterjemahkan. Rasanya kaki yang berpijak di hamparan rumput hijau ini ingin terus berlari menerjang bahaya.
Rasanya sangat ingin memeluk sosok Taeyong yang kini mulai terbawa angin di ujung dataran tinggi sana.
“TAEYONG KUMOHON JANGAN PERGI!”
Napasnya semakin memburu. Kakinya berusaha terus berlari dengan cepat. Namun sayang, semakin kaki ia bawa melangkah semakin tercipta jarak di antara mereka.
“Taeyong-a...”
Lirihan menyayat yang hanya mampu terucap. Jaehyun akhirnya terjatuh berlutut dengan mata basah menatap lekat Taeyong yang dengan indah berdiri di sana menatanya juga.
Mata indahnya menggambarkan rasa sayang.
Kedua mata Taeyong yang berhasil menjadi bukti bahwa Taeyong yang selama ini Jaehyun cari.
Mata yang kenyataannya menjadi tempat Jaehyun pulang.
Petikan harpa mengalun merdu di udara. Jaehyun terus menangis dan terus mencoba merangkak menuju Taeyong di sana.
“Tolong, Taeyong... Jangan pergi...”
Suara putus asanya beradu dengan petikan terakhir yang termainkan. Sayang, bisikan rerumputan liar membungkam isakan Jaehyun. Berlalu sejenak dan saatnya tanpa pamit harpa menghilang...
Membawa Taeyong yang kini sepenuhnya menghilang terkikis angin tanpa pernah kembali lagi ke dalam rengkuhan Jaehyun lagi.
. . .
Tapi tanpa dirimu tak mungkin, Kuterus berlari tanpa kaki...
. . .
End.